KALIAN MATAHARIKU
Minggu pertama disekolah baru, teman baru dengan
suasana baru. Tugas bahasa daerah sudah menungguku hari ini, guru bahasa daerah
yang terlihat sangat lembutpun ternyata memiliki sifat displin yang luar biasa.
Bagi siswa yang tidak mengerjakan tugas diberi hukuman untuk mengerjakannya
kembali dengan jumlah berlipat ganda. Tidak lama kemudian bel istirahat
berbunyi, semuanya keluar kelas menuju kantin kecuali aku dan dua siswa yang
sedang sibuk dengan bukunya. Akupun menghampiri mereka, ternyata mereka sedang
mengerjakan tugas hukuman dari guru bahasa daerah tadi, aku yang begitu
menguasai bahasa daerah membantu mereka menyelesaikannya. Dari situ perkenalan
dimulai. Mulai saat itu juga kami menjadi seorang teman.
“Semua
orang dikelas ini sedang berlomba-lomba mencari teman.’’ Kata Nadia.
“Masaksih?”
Kataku.
“Iyalah
udah biasa kali hal kayak gitu terjadi, aku baru satu minggu sekolah disini
tapi rasanya udah nggak betah.” Kata Nadia dengan nada tinggi.
“Sama,
aku juga udah nggak betah.”Kataku lagi.
Kemudian
Ulfa yang sangat bijaksanapun ikut berbicara.
“Mungkin
kita belum bisa beradapatasi dengan lingkungan, semua kan juga butuh waktu.”
Aku
dan Nadia pun hanya tertawa mendengar perkataan Ulfa.
***
Keesokan harinya saat kami sedang duduk didepan
kelas Nadia bicara padaku dan Ulfa.
“Eh tadi malam
aku buat ini loh, S.U.N, Sindi, Ulfa, dan Nadia.” Sambil memperlihatkan hp nya.
“Sun itu artinya
matahari, jadi harapan aku persahabatan kita seperti matahari yang selalu
bersinar. Kita harus saling berjanji bahwa kita tidak akan lupa dengan
persahabatan ini meskipun suatu saat nanti kita akan saling pergi untuk urusan
masing-masing.” Imbuhnya lagi.
Mulai
saat itulah persahabatan kami menjadi semakin dekat.
***
Pernah suatu saat di laboratorium komputer, saat itu
kami bertiga duduk berdekatan, kami selalu merasa kesulitan pada saat
melaksankan praktik, karena kami hanya siswa dengan kecerdasan yang pas-pasan.
Tapi kami tidak pernah minder, kami selalu ingin membuktikan bahwa kami juga
bisa. Meskipun belum begitu mahir kami tetap merasa bahagia dan tidak merasa
rendah diri. Bahkan kami menyisipkan gurauan-gurauan kecil yang selalu membuat
kami tertawa. Untuk sebentar menghilangkan rasa pusing.
“Kalian
tau nggak si, suatu saat nanti kita pasti akan rindu dengan suasana ini.” Kata
Ulfa yang membuat kami berhenti tertawa.
“Dan
kalian malu nggak sih, betapa bodohnya kita yang selalu tidak bisa dalam materi
praktik, kita juga pasti akan ingat itu suatu saat nanti.” Kata Nadia.
Kemudian kamipun tertawa lagi seperti tidak ada
beban. Kami selalu bercerita tentang hal-hal
yang tidak masuk akal, tetapi itulah yang membuat kami semakin dekat. Kami
juga sering melakukan hal-hal konyol yang kadang tidak disukai oleh teman yang
lain, tapi kami tidak memperdulikan itu.
***
Hari itu hari Sabtu, aku berangkat dengan semangat
dan tidak sabar ingin bercerita banyak hal pada Ulfa dan Nadia. Pagi itu aku
melihat Nadia sedang duduk sendirian didalam kelas, saat itu suasana kelas
masih sepi. Aku menghampiri Nadia dan mencoba untuk bertanya, tapi Nadia malah
menghindar keluar kelas, aku mengejarnya, tapi dia malah marah. Aku menjadi
semakin bingung dengan Nadia yang tiba-tiba bersikap seperti itu. Ketika Ulfa
berangkat, aku bertanya padanya.
“Ul,
Nadia kenapa ya, kok ngejauh gitu si sama aku.”
“Nggak
tau.” Jawab Ulfa, nampak tak memperdulikan pertanyaanku.
Mulai saat itu entah apa yang terjadi pada Ulfa dan
Nadia, tiba tiba mereka menjauhiku. Ditambah lagi dengan ucapan-ucapan mereka
yang membuatku semakin bertanya-tanya.
“Eh
Ul, lihat deh dia udah dapat teman baru tuh. Maklumlah dia kan mainnya sama
anak-anak yang terkenal, kita kan cuma anak biasa, ya nggak level lah sama dia.”
Kata Nadia, saat aku habis dari kantin sama Arin.
“Iya,
mungkin dia udah lupa sama kita, sekarang namanya udah nggak S.U.N lagi, tapi U
sama N doang, soalnya U nya kan udah pergi.” Jawab Ulfa dengan sinis.
Aku hanya diam, aku tidak mau melawan perkataan
mereka, karena jika aku melawan pasti masalah ini akan semakin besar. Hampir
satu bulan aku dijauhin, rasanya sudah kangen sekali kumpul bareng, ketawa
bareng, sempat cemburu juga sama kebersamaan mereka, sempat mau nangis juga aku
di jauhin tanpa sebab.
***
16 September 2015, “Sindi.” Panggil Ulfa. Saat itu
aku merasa senang Ulfa memanggil namaku.
“Kamu
mau langsung pulang.”? Tanya dia.
“Iya.”
Jawabku.
“Kamu
tungguin aku ya sebentar, kita pulang bareng.” Kata Ulfa.
“Oh
iya.”
Pembicaraan singkat itu membuat hatiku sedikit lega,
meskipun pembicaraan itu tidak berlangsung seakrab satu bulan yang lalu sebelum
kejadian yang tidak aku inginkan itu terjadi.
Aku disuruh nungguin Ulfa didepan kelas, tapi dia
malah ninggalin aku sendirian, katanya mau cari temennya dulu sebentar, tapi
sudah hampir setengah jam dia tidak kembali. Dan tiba-tiba suara nyanyian
selamat ulang tahun aku dengar dari arah belakang, Ternyata Ulfa dan Nadia,
mereka membawa kue ulang tahun lengkap dengan lilin yang bertuliskan angka 16.
Mereka berdua tersenyum padaku, aku tidak tahu, apakah aku harus ikut teresnyum
ataukah aku harus menangis.
“Jadi
ini kejutannya?. Setelah satu bulan kalian tidak mau bicara padaku?.” Tanyaku. “Sudah,
yang penting sekarang kau potong kuenya.” Kata Nadia.
Tapi ketika aku sedang memotong kue tersebut, Nadia
dan Ulfa mengoleskan kue itu ke seluruh wajah dan pakaianku sampai terlihat
sangat kotor, akupun tidak tinggal diam, alhasil kue itu tidak termakan tetapi
hanya terbuang sia sia. Kami tertawa sangat lepas saat itu dan melepas
kerinduan setelah satu bulan tidak bersam sama.
“Selamat
ulang tahun Sindi, maaaf ya buat yang kemarin-kemarin.” Ucap Nadia.
“Selamat
ulang tahun Sindi, maaf ya kalau aku terlalu kasar sama kamu, tenang aja itu
semua hanya sandiwara kok.” Ucap Ulfa sambil tersenyum.
“Terimakasih
kalian, aku bahagia punya kalian, kalian sahabatku, kalian matahariku.”